Kamis, Desember 23

Sekilas Tentang Pulau Enggano


Peta. Kawasan Hutan Pulau Enggano.
Pulau Enggano telah dikenal sebagai Daerah Burung Endemik atau Endemic Bird Area (EBA). Merupakan konsep pendekatan BirdLife International dalam mengidentifikasi tempat-tempat terkonsentrasinya keanekaragaman hayati dunia.  Di dunia terdapat 221 EBA, dan Indonesia adalah negara yang memiliki EBA terbanyak dengan 24 daerah. (Sujatnika,1995).  Sementara itu, Enggano merupakan Pulau dengan luasan Daerah Burung Endemik tersempit di Indonesia dengan luas 39.570.11 Ha.
Enggano berada di Provinsi Bengkulu, Kabupaten Bengkulu Utara dan merupakan sebuah wilayah administratif pada tingkat kecamatan dengan 6 Desa defenitif. Desa yang meliputi Kecamatan Enggano adalah Desa Kahyapu, Kaana, Malakoni, Apoho, Meo dan Desa Banjar Sari.
Secara jarak dan akses Pulau Enggano tidak dekat dengan Ibukota Kabupatennya yakni Argamakmur Kabupaten Bengkulu Utara bila dibandingkan dengan Kabupaten Lainnya yang lebih dekat. Secara umum Pulau Enggano diakses melalui Pelabuhan Pulau Baai Kota Bengkulu. Pelayaran menggunakan kapal ferry Raja Enggano dengan jadwal dua kali pelayaran dalam satu minggu atau kapal barang Perintis dengan jadwal pelayaran satu kali dalam tempo sepuluh hari. Untuk saat ini sedang dibangun bandara penerbangan yang berlokasi di Desa Banjar Sari, desa bagian paling utara Pulau Enggano.
Kawasan Hutan Enggano
Tidak seperti kawasan hutan lainnya di Provinsi Bengkulu, kawasan hutan di Pulau Enggano relatif lebih aman dari aktifitas perambahan dan tumpang tindih kawasan, baik dengan masyarakat setempat maupun dengan perusahaan. 36.34% luas daratan Pulau Enngano merupakan kawasan hutan dan 22.08% dari luas daratan merupakan kawasan kosnervasi.
No
Kawasan Hutan
Luas (Ha)
% dari Luas Pulau
(39.570.11 Ha)
Status Kawasan

CA
KK

CA
KK
Penunjukan
1
CA Sungai Bahewo Reg.97
496,06
1465.57
8.736.57
1.25
3.70
22.08
Penunjukan
2
CA. Teluk Klowe Reg.96
331,23
0.84
Penunjukan
3
CA. Tangjung Laksaha Reg.95A
333,28
0.84
Penunjukan
4
CA. Kioyo I & Kioyo II Reg.100
305,00
0.77
Penunjukan
5
TB. Gunung Nanua Reg.59
7.271,00
18.37
Penetapan
6
HL.  Koho Buwa-Buawa  98
3.450,00
8.72
Penunjukan
7
HPT. Ulu Malakoni Reg.99
2.191,78
5.54
Penunjukan
Jumlah
14.378,35
36.34

Tabel. Kawasan Hutan Enggano berdasarkan presentase luasan Wilayah

Masyarakat Enggano
Terdiri dari 754 KK dengan  2.682 Jiwa. Yang terdiri dari 5 Golongan masyarakat suku adat. Terdiri dari 5 suku Asli; Suku Kaitora, suku Kaarubi, suku Kaahoao, suku Kaahoao dan Suku Kauno dan 1 suku pendatang; yakni semua masyarakat pendatang yang digolongkan menjadi suku Kamai’. Masing-masing suku dipimpin oleh ketua suku dan kemudian mereka membentuk lembaga adat dengan nama “KAHA YAMU’Y. Lembaga adat ini dibentuk oleh para kepala suku, kemudian memilih seorang ketua yang disebut dengan PA’ABUKI. Hak atas Tanah dan Pengelolaan Wilayah. Penguasaan tanah yang berlaku di masyarakat adat Enggano berdasarkan penguasaan suku persuku. Seperti suku kaharuba memiliki wilayah Kaudar/kampung Kaana. (Badan Registrasi Wilayah Kelola Adat, 2010)

Floura Enggano
Kepulauan Enggano diyakini sejak awal pembentukannya terpisah dengan Pulau Sumatera. Jatna Supriatna didalam Melesatikan Alam Indonesia, menyebutkan; Kepulauan Enggano Mempunyai 17 spesies mamalia dan 3 diantaranya endemik,  dari 29 spesies burung 2 merupakan endemic.  Dua spesies Endemik yang telah terditeksi di Kepulauan Enggano yakni Otus enganensis, dengan Status Konservasi Hampir terancam, dan Zosterops salvadorii,  dengan Status Konservasi Rentan. 
Jenis faun lain yang dijumpai adalah kerang-kerangan, belut, anggrek, tumbuh-tumbuahan, serangga, reptil, amphibi, kupu-kupu dan berbagai jenis burung. Dijumpai pula hewan predator Buaya Muara (Crocodillus porosus sp) diantaranya hidup disekitar muara sungai-sungai yang melintasi kawasan hutan di Pulau Enggano.  Diantaranya di dalam kawasan Taman Buru Gungung Nanua.
Hutan mangrove
Hutan mangrove di Enggano sebagian besar tersebar di bagian pantai sebelah timur Pulau Enggano, termasuk ke dalam kawasan hutan koservasi, seperti Cagar Alam Teluk Klowe, Cagar Alam Sungai Bahewo dan Taman Buru Gunung Nanua; luasnya 1.536,8 ha. Sebagian hutan mangrove juga terletak di sebelah barat Pulau Enggano, yaitu di Cagar Alam Tanjung Laksaha dan secara spot-spot terletak di sebelah selatan kawasan Cagar Alam Kioyo (Senoaji dan Suminar, 2006).
Terumbu Karang
Hampir disepanjang pisisir pantai pulau merupakan terumbu karang dengan laut dangkal. Sayangnya keberadaannya mulai terancam karena tingginya aktivitas penambangan secara illegal untuk keperluan material bangunan. Belum banyak yang melakukan pengakajian yang mendalam terhadap keberadaan terumbu karang di Pulau Enggano.
Pengelolaan Kawasan
Hutan Konservasi dipulau Enggano yang terdiri dari 5 Cagar Alam dan 1 Taman buru dengan luas 8.736.57 Ha. Dikelola oleh  Pemangku wilayah sekelas Resort pada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu. Dengan menempatkan 2 orang petugas resort dan telah ditunjuk 4 orang sebagai Tenaga Pengamanan Hutan Swakarsa. Pos Resort ditempatkan di Desa Kahyapu dengan bangunan semi permanen.
Sedangkan untuk Hutan Lindung (3.450,00 Ha) dan HPT (2.191,78 Ha) dikelola oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Bengkulu Utara, dan tidak terdapat petugas lapangan yang di tempatkan khusus untuk mengelola HL dan HPT di Pulau Enggano.
Masih banyak kekayaan Enggano yang seharusnya bisa diungkap. Kekayaan keanekaragaman hayati dan ekosistem Pulau Enggano yang telah ada seyogyanya mampu dikelola dengan arif dan bijaksana. Sebelum banyak timbul masalah karena dikelola dengan cara yang tidak tepat. Dari sekarang semestinya ada banyak hal yang mampu kita perbuat sebelum kita bercerita ketiga Pulau Enggano menuai banyak masalah.  Ayo Selamatkan Enggano.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar