Rabu, Oktober 30

Mengapa Taman Nasional Enggano itu layak?

Setiap kali  menginjakkan kaki di Pulau Enggano, saya selalu merasa seolah berada di tempat yang unik dan tak tergantikan. Pulau ini menyimpan kekayaan alam yang tak hanya langka, tetapi juga mengandung nilai keindahan yang luar biasa. Selama bertahun-tahun, saya telah mengikuti perkembangan dan dinamika yang terjadi di sini, mengamati bagaimana hutan hijau lebat, pantai-pantai berpasir putih, dan beragam spesies endemik berinteraksi membentuk keseimbangan yang rapuh namun memesona. Namun, dengan adanya tekanan dari eksploitasi sumber daya dan perubahan iklim, keindahan dan kelestarian Enggano kini terancam. Inilah yang menginspirasi saya untuk merenungkan dan mendalami alasan mengapa Pulau Enggano layak menjadi Taman Nasional. Dengan status ini, kita tidak hanya menjaga warisan alam bagi generasi mendatang tetapi juga memberikan kesempatan kepada ekosistem dan budaya lokal untuk berkembang secara berkelanjutan.

Keanekaragaman Hayati Tinggi

  • Endemisme dan Spesies Langka: Pulau Enggano memiliki banyak spesies endemik yang hanya ditemukan di pulau tersebut, seperti Enggano hornbill (Anthracoceros coronatus), yang tidak ada di tempat lain. Selain itu, ada pula satwa liar lainnya seperti beberapa spesies burung dan tumbuhan unik yang terancam punah. Keunikan ini menjadikan Pulau Enggano sebagai pusat biodiversitas yang berharga untuk dilindungi.
  • Habitat Beragam: Pulau ini mencakup berbagai tipe ekosistem, seperti hutan hujan tropis, hutan pantai, dan terumbu karang, yang mendukung beragam kehidupan flora dan fauna yang langka dan penting bagi keseimbangan ekosistem.

Perlindungan Ekosistem dan Sumber Daya Alam

  • Ekosistem Pulau yang Rentan: Pulau-pulau kecil seperti Enggano sangat rentan terhadap perubahan lingkungan, baik akibat aktivitas manusia maupun perubahan iklim. Penetapan sebagai Taman Nasional dapat memberikan perlindungan formal dan pengelolaan yang berkelanjutan terhadap ekosistem yang rapuh ini.
  • Sumber Daya Laut yang Berharga: Enggano dikelilingi oleh terumbu karang dan laut yang kaya akan keanekaragaman hayati laut, termasuk spesies ikan yang berperan penting dalam mata pencaharian nelayan setempat. Melindungi wilayah ini sebagai Taman Nasional juga dapat mencegah penangkapan berlebih dan kerusakan terumbu karang.

Nilai Ekologi dan Lingkungan yang Signifikan

  • Konservasi Ekosistem Alami: Pulau Enggano memiliki nilai ekologis yang signifikan karena berfungsi sebagai “penyerap karbon” alami melalui hutan-hutannya dan sebagai “penyangga” terhadap dampak perubahan iklim. Taman Nasional akan memastikan bahwa kawasan ini tetap terlindungi dari deforestasi, pembalakan liar, dan aktivitas manusia yang merusak.
  • Pengendalian Erosi dan Perlindungan Pantai: Hutan dan vegetasi pantai berperan penting dalam mengurangi erosi pantai dan melindungi garis pantai dari abrasi. Tanpa perlindungan, potensi erosi bisa meningkat, yang akan memengaruhi keseimbangan ekologis dan sosial ekonomi masyarakat setempat.

Manfaat Sosial dan Ekonomi bagi Masyarakat

  • Potensi Wisata Alam Berbasis Konservasi: Dengan menjadi Taman Nasional, Pulau Enggano bisa dikembangkan menjadi destinasi wisata alam yang dikelola secara berkelanjutan. Ini akan membuka peluang ekonomi bagi masyarakat setempat, termasuk ekowisata yang dapat menciptakan lapangan kerja dan mendukung perekonomian lokal.
  • Pendidikan dan Penelitian: Status Taman Nasional akan menarik minat untuk penelitian dan pendidikan, baik dari dalam maupun luar negeri, yang dapat memberikan manfaat tambahan bagi masyarakat melalui program pelatihan, riset kolaboratif, dan pengembangan kapasitas dalam konservasi.

Perlindungan Budaya dan Kearifan Lokal

  • Pelestarian Warisan Budaya Masyarakat Adat Enggano: Masyarakat adat Enggano memiliki hubungan yang mendalam dengan alam, serta pengetahuan tradisional dalam pengelolaan lingkungan yang telah diwariskan turun-temurun. Dengan mengusulkan Pulau Enggano sebagai Taman Nasional, warisan budaya ini dapat dilestarikan dan dijaga agar tidak hilang seiring waktu.

Mengurangi Ancaman dari Eksploitasi Berlebihan

  • Mencegah Konversi Lahan dan Pembangunan Berlebihan: Tanpa status perlindungan seperti Taman Nasional, Pulau Enggano rentan terhadap konversi lahan untuk keperluan pertanian atau pembangunan yang tidak terkendali. Ini akan merusak keseimbangan ekosistem dan berdampak buruk pada flora, fauna, serta kehidupan masyarakat yang bergantung pada alam.
  • Perlindungan Terhadap Ancaman Perburuan dan Penangkapan Ikan Berlebihan: Penetapan Taman Nasional akan membantu pengawasan dan penegakan hukum terkait perburuan liar, serta mencegah penangkapan ikan berlebih di perairan Enggano.

Sebagai Taman Nasional, Pulau Enggano akan menjadi simbol penting dari upaya kita menjaga keberlanjutan dan keberagaman hayati Indonesia. Nilai ekologis, sosial, dan budaya yang terkandung di dalamnya mencerminkan betapa istimewanya pulau ini, baik dari segi keunikan ekosistem maupun keberadaan spesies endemik yang memerlukan perlindungan. Dengan menjadikannya Taman Nasional, kita tidak hanya melindungi kekayaan alamnya tetapi juga membuka jalan bagi pembangunan ekonomi yang lestari bagi masyarakat lokal. Pada akhirnya, status Taman Nasional akan memastikan bahwa keindahan dan kearifan lokal Enggano dapat dinikmati dan diwariskan kepada generasi mendatang, menjaga agar pulau ini tetap menjadi surga alam yang tak ternilai harganya.

Rendra Regen Rais

Kamis, Agustus 7

Peta Pulau Enggano

Setiap lokasi di Pulau Enggano memiliki penamaan tertentu, baik penamaan kuno, maupun penamaan baru. Sangat susah mencari referensi mengenai hal ini, karena sejak beberapa generasi penamaan ini sangat sedikit sekali diabadikan dalam bentuk tulisan maupun bentuk sket/gambar/peta, untuk itu berikut kami sharing Peta Pulau Enggano yang dibuat berdasarkan hasil eksplorasi selama lebih kurang 2 tahun, dan hasil dari beberapa wawancara dengan beberapa tokoh dan para tetua yang ada di Pulau Enggano. Selain itu peta ini juga disajikan dari hasil pengolahan citra Digital Elevation Models (DEM) SRTM 100 United State Geografig Survey (USGS) dan citra TerraLook Aster Tahun 2005 sampai tahun 2012.
Semoga Bermanfaat!!

Kamis, Februari 27

Rindu...

Tidak mudah untuk tidak ingat dengan pulau ini, walau sudah terpaut jarak 11.436 km, melintasi ratusan negara, dua benua dan melewati Samudera Hindia. Tetap saja kondisi di pulau ini acap kali menjadi pembanding terhadap keadaannya lainnya. Walau saya tidak dilahirkan disini, dan bukan pula mewarisi gen dari keturuanan yang pernah hidup disini, namun kadang seperti merasa mengingat kampung halaman sendiri.
Zaman memang sudah canggih, walaupun terpaut dengan 7 Zona waktu, mungkin sesekali saya sempatkan mengintip kondisi pulau ini. Selintas membaca pemberintaan atau sekedar melihat di sosial media. Atau untuk mengingatnya kembali secara detail, saya bongkar lagi dokumen-dokumen lama yang masih saya simpan, baik itu foto-foto yang pernah saya tangkap, peta-peta yang pernah saya buat, atau sekedar catatan-catan kecil.
Seperti yang pernah gambarkan pada tulisan sebelumnya, setiap sisi di pulau ini punya daya tarik. Mungkin setiap orang melihat dari sisi yang berbeda, standart ketertarikannya juga mungkin berbeda. Tapi bagi saya di pulau inilah sedikit banyak saya telah banyak belajar. Belajar menghadapi diri sendiri, sahabat, orang lain, pimpinan dan yang paling penting adalah lingkungan sekitar, walaupun dua tahun adalah bukan waktu yang banyak untuk bisa belajar lebih.

Sesekali pula datang pertanyaan kepada saya mengenai pulau ini, yang lagi-lagi membuat saya semakin ingat. Beberapa kali email yang saya terima, rata-rata menanyakan bagaimana cara ke pulau ini atau bagaimana kondisi di pulau ini. Tentu saya jawab sesuai dengan apa yang saya tahu dan alami sendiri.

Kini tinggal menggantungkan harapan, segala usaha dan niat baik saya sudah saya curahkan buat pulau ini. Mungkin bagi sebahagian orang, usaha saya tidak ada gunanya, atau mungkin hanya sia-sia. Namun setidaknya ini bermanfaat dulu buat diri sendiri. Menggantungkan doa dan harapan agar Pulau Ini tetap memberi penghidupan bagi penghuninya, memberikan keberkahan, tempat penghuninya menggantungkan hidup sampai nanti ke anakcucunya kelak. Sampaikan salam rindu, jangan dirusak dan jangan diserahkan begitu saja kepada tanga-tangan yang hanya mengeruk keuntungan sesat.





Senin, Desember 23

Burung Kacamata Enggano, Tak Senasib Burung Robin

Burung Robin
Acapkali melihat burung Robin Eropa (Erithacus rubecula) dibelakang rumah melopat-lompat malu mendekati sisa nasi yang sengaja keperuntukkan buat mereka, ingatanku selalu tertuju kepada nasib Burung Kacamata di Pulau Enggano. Bunyi dan kelincihannya hampir mirip walau mereka bersaudara jauh.

Ada rasa berdosa, mengingat selama dua tahun bertugas di Pulau Enggano tidak dapat berbuat banyak terhadap keberadaan spesies ini. Tidak dilindungi oleh undang-undang konservasi sebenarnya bukan menjadi alasan bahwa makhluk mungil ini bebas ditangkap, dipelihara serta diperjualbelikan. Yang saya lakukan hanya memberi pengertian "bahwa burung ini adalah endemik, tidak terdapat ditempat lain, walaupun ada spesies yang ada tidaklah sama dengan yang ada dipulau Enggano". Penjelasan, penjelasan dan penjelasan, sebatas itu saja. Seperti makan buah simalakama.

Mungkin banyak yang tidak tahu Pulau Enggano mempunyai salah satu keistimewaan dikarenakan keunikannya, diantara keunikannya adalah keberadaan spesies endemik Burung Kacamata (Zosterop salvadorii) dan Burung Celepuk Enggano (Otus enganensis). Sehingga Pulau ini ditetapkan sebagai Endemik Bird Area (EBA) oleh BirdLife Internasional.
Burung Kacamata Enggano (Philips)
Beberapa tahun belakangan, IUCN memposisikan spesies ini dengan status "Hampir Terancam (NT)", agaknya status ini tidak akan lama bisa bertahan sampai penangkapan, jual beli dan permintaan pasar terhadap burung ini masih tinggi. Akankah juga akan bernasib seperti burung Beo Enggano yang beberapa tahun terakhir ini mulai susah dicari?

Saya juga tidak habis pikir, kenapa masyarakat kita, khususnya pecinta burung begitu menikmati burung yang disiksa didalam sangkar, apakah mereka mengerti bahasa burung? Bisa jadi kicauan burung yang merdu itu adalah salah satu bentuk protes dan doa mereka terhadap pengurungnya. Protes agar mereka tidak dikurung, dan doa agar sipengurung mendapat azab. Tidakkah alam liar adalah rumah mereka sebenarnya? Dan menikmati mereka di alam liar adalah kenikmatan sesungguhnya?
Akhirnya dalam hati saya berkata:
"Wahai Burung Robin, alangkah beruntung nasibmu, andai saja kau hidup di kampungku, mungkin engkau sudah dipenjarakan oleh banyak 'pecinta' burung"

Selasa, Desember 17

Buku: Profil Pulau Enggano

Pulau Enggano telah dikenal sebagai Daerah Burung Endemik atau Endemic Bird Area (EBA). Merupakan konsep pendekatan BirdLife International dalam mengidentifikasi tempat-tempat terkonsentrasinya keanekaragaman hayati dunia.  Di dunia terdapat 221 EBA, dan Indonesia adalah negara yang memiliki EBA terbanyak dengan 24 daerah.  Sementara itu, Enggano merupakan Pulau dengan luasan Daerah Burung Endemik tersempit di Indonesia yakni dengan luas 39.586,74 Ha.
Bagi yang belum mendapatkan hard-copy nya, bisa didapat soft-copy nya disini:
Download (google drive)
Download (scribd)
Download (academia.edu)

Bagi yang menginginkan soft-copy dalam resolusi cetak, kirimkan permintaan anda ke: r.regen.rais@gmail.com

Minggu, Januari 22

Lima jenis burung migran singgah di Enggano

Cangak Merah, di sekitar Padang Lamun
Ki'nen Labuho - TB.Gunung Nanu'ua




Bengkulu (ANTARA News) - Ratusan ekor burung dari lima jenis burung migran dengan status rentan singgah di kawasan hutan bakau Pulau Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu.

"Ini cukup unik," kata Kepala Resor Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Pulau Enggano Rendra Regen Rais di Bengkulu, Minggu.
Ia mengatakan, dari lima jenis burung tersebut, dua diantaranya baru pertamakali singgah di Pulau Enggano yakni burung gajahan besar (Numenius arquata) dan burung kecuit hutan (Dendronanthus indicus).

Tiga jenis lainnya yakni Trinil-lumpur Asia (Limnodromus semipalmatus), cangak abu (Ardea cinerea) dan cangak merah (Ardea purpurea) cukup sering singgah di pulau itu.

"Warga Engano juga mengaku baru kali ini menemukan burung gajahan besar dan kecuit hutan singgah di daratan pulau," tambahnya.

Dari sejumlah literatur diketahui dua jenis burung yang baru muncul itu biasanya singgah di perairan kawasan timur Sumatra.

Diperkirakan kondisi hutan bakau yang semakin rusak di wilayah itu membuat dua jenis burung ini singgah di Pulau Enggano yang masih memiliki kawasan hutan bakau cukup baik.

Gajahan besar dan trinil-lumpur Asia ditemukan di hutan bakau dalam Taman Buru Gungung Nanu`ua dan Cagar Alam Teluk Klowe, sedangkan tiga spesies lainnya ditemukan hampir di sepanjang pantai dan daratan Enggano, terutama di sekitar laut dangkal nan tenang serta padang lamun di dalam dan di luar kawasan konservasi.

Burung-burung tersebut biasa singgah antara November hingga Maret yang diperkirakan bermigrasi selama musim dingin di habitat aslinya.

"Ini menjadi bukti pentingnya melestarikan kawasan mangrove Enggano, terutama yang ada di dalam kawasan konservasi, termasuk di luar kawasan," kata Rendra.

Dia mengatakan, pengrusakan hutan bakau mulai terjadi di sekitar Taman Buru Gunung Nanu`ua yang menjadi fokus patroli petugas KSDA di wilayah itu.(*)

KR-RNI/I016

Sabtu, Januari 21

Oh.. Burung Migran, Kau Imut Sekali...

Sore itu, Selasa tanggal 17 Januari 2012. Kapal Ferry ASDP KMP.Pulo Telo berangkat dari pelabuhan ferry Kahyapu Pukul 17.00. Setelah dua minggu di Enggano membuatku rindu suasana keluarga di Bengkulu. Ingat dengan masakan istri tercinta, rindu ocehan putra pertama yang belum genap 2 tahun dan tangisan puteri ku yang belum genap 3 bulan serta karib kerabat saudara seperjuangan.
Tidak seperti biasa setelah lebih kurang satu jam perjalanan, kapal ferry KMP.Pulo Telo harus berbalik arah karena dihadang oleh badai angin barat yang membuat kapal nyaris tak bergerak. Harapan kerinduan pun harus sirna, Nakhoda boleh berencana namun cuaca kehendak Yang Kuasa. "Salah satu risiko bertugas di daerah terpencil" Batinku berkata.
"Harapan yang sirna, tak berguna menggerutu, nikmati saja.."  Batinku memberi pembelaan dan menghibur diri. Setelah mendengar pengumuman bahwa kapal direncanakan kembali berangkat pagi esok pukul 07.00 Pagi, ku engkol motor megaPro pelat merah yang starternya baru rusak dan rem cakramnya sudah mulai berisik karena telah dua minggu melawati jalan berlumpur jika hujan dan berdebu jika panas, "wajar sajalah bukan medan nya".
Belum keluar dari kompleks pelabuhan di balik semak tegakan Rhizophora yang masih sebesar perdu, suasana gaduh bak dipasar minggu, macam di sarang burung walet milik Ahong di Kampung Cina, brisik!. membuat aku harus mengkentikan laju motor megaPro pelat merah. Kulihat segerembolan burung mungil yang mungkin sedang berebut tempat untuk tidur istirahat, lelah mungkin, sesekali hinggab diranting dengan menggoyangkan ekor ke kiri dan ke kanan. Kubuka Handphone Android murahan buatan korea, lumayan sekedar untuk menyimpan gambar Mc. Kinnon yang bisa kubawa kemana-mana, dan sekedar online serta berkirim email. Masya Allah mungkin burung imut ini kecapean, entah dari daratan mana burung ini berasal, Asia Timur, negeri bagian dari Korea , negeri bagian dari Cina ( Gansu , Anhwei , Hunan ) atau sebuah negeri bagian dari Siberia? dimana burung mungil ini biasa berkembang biak dan mencari tempat yang hangat ketika negerinya kedatangan musim dingin.
Forest Wagtail, Dendronanthus indicus, Kecuit Hutan, begitu menjadi catatan Mc.Kinnon terhadap burung migran bertubuh mungil ini, mungkin sebesar burung pipit yang sama hebohnya kalau sore datang atau burung gereja yang sering nyelip di atap rumah.
Luar biasa, Masya Allah, luar biasa ya Allah, hujan badai, petir, angin, terik panas dilalui burung mungil ini, entah dari daratan benua mana mereka berasal. Pastinya dia tidak pernah mengeluh karena semua memang sudah menjadi Qada Allah yang menuntun mereka menyinggahi pulau kecil ini, tanpa peta, kompas apalagi GPS.
Keciut Hutan (c) Lip Kee
Kalah sejenak kesedihan, ada yang membuat aku lebih mikir ternyata tugas di Pulau kecil Enggano tidaklah jauh, tak sejauh perjalan migrasi burung kecil Kecuit, yang merupakan tugas batin dan instring anugerah Allah semesta alam. Sudahlah.. Istirahat dulu di pos peot... "Sampaikan pada anak cucumu, musim selanjutnya jangan tidak mengunjungi Enggano..."

Sabtu, Desember 17

Mendamparkan Diri di Pulau Dua

Hamparan pasir putih dengan suasana pemandangan laut yang dangkal.
Pulau Dua dengan luas 38.90 Ha dan keliling 2.68 km terletak tidak jauh dari Pelabuhan Ferry di Desa Kahyapu. Dari pelabuhan bisa diakses dengan menggunakan perahu dengan memakan waktu lebih kurang 15 menit dengan jarak lebih kurang 1.5 km dari Pelabuhan.
Menuju Pulau Dua dengan perahu nelayan
Suasana pulau kecil begitu terasa dengan vegetasi yang didominasi oleh kelapa yang menjulang tunggi, tidak heran  karena dulunya Pulau Dua memang penghasil kopra terbesar di Kepulauan Enggano, selain dulunya juga merupakan salah satu perkampungan yang penting.Namun sekarang hanya terdapat beberapa pondok nelayan dan pondok pemilik kebun kelapa. Karena lokasi ini dulunya bekas perkampungan, maka bisa dijumpai beberapa makam kuno dan tempat pemandian yang pernah digunakan oleh pemuka masyarakat di zamannya.

Bercanda gurau di sekitar pulau

Banyak aktifitas yang bisa dilakukan di Pulau Dua diantaranya memancing, snorkling, tracking, atau hanya sekedar menikmati swasana yang jauh dari kebisingan pemukiman.

Air laut yang jernih dengan terumbu karang yang tumbuh dilaut dangkal nan tenang menjadikan perairan di sekitar Pulau Dua sangat cocok untuk lokasi penyelaman permukaan (snorkling). Setelah menikmati indahnya alam bawah air tentunya kerongkongan bisa disegarkan kembali dengan air kelapa muda yang mudah didapat di sekitar pulau.

Ber snorkling ria

Pada malam hari yang cerah sangat cocok untuk bercengkerama dibawa sinar bulan yang terang sembari menikmati hasil tangkapan ikan yang mudah didapat disekitar pulau. 

Jumat, Maret 18

Aset Tersembunyi di Pulau Enggano

Peta. Hasil Sutvey Potensi Wisata Pulau Enggano
Pulau Enggano merupakan salah satu pulau terluar dari kepulauan Nusantara. Menjauh dari garis equator kearah selatan sepanjang 589 km. Dengan luasan datar 39.570,11 Ha, memanjang sejauh 35.60 km dari arah barat laut menuju tenggara atau dari Teluk Berhau sampai Tanjung Kohoubi. Melebar 12.95 km dari timur laut menuju barat daya atau dari Pelabuhan Malakoni sampai Tanjung Kioyo. Terpisah oleh Samudera Hindia dari pulau Sumatera. Terpaut 175 km dari Kota Bengkulu, 123 km dari Kota Manna, 133 km dari Kota Bintuhan dan 513 km dari Ibukota Indonesia Jakarta. Elevasi tertinggi berada dipuncak Koho Buwa-buwa (240 dpl). Disekitar Pulau Enggano terdapat beberapa pulau kecil antara lain; Pulau Dua (38.90 Ha), Pulau Merbau (6.8 Ha) dan Pulau Bangkai (0.26 Ha). Pernah terdapat Pulau Satu yang berada di Barat Pulau Enggano yang dikabari telah mulai menghilang semenjak tahun 1960-an dan sekarang hanya berupa karang mati.

Gambar. Teluk Labuho
Walau di Pulau Enggano tidak terdapat kawasan yang dicadangkan sebagai Hutan Wisata Alam. Namun potensi Pulau Enggano sebagai lokasi wisata patut di acungkan jempol. Untuk membuktikannya tentu dengan menelusuri nya secara langsung. Menelusuri Pulau Enggano salah satu kegiatan yang menantang sekaligus menyenangkan. Dapat dilalui melalui rute perairan dengan menggunakan sampan bermesin tempel, namun dapat pula dengan berjalan kaki. Rute perjalanan dengan menggunakan sampan dapat dilalui jika keadaan laut pasang. Namun sebaliknya, rute perjalanan dengan berjalan kaki akan lebih leluasa dilakukan apabila keadaan permukaan laut surut.
Gambar. Air terjun Koomang

Setiap sudut pulau Enggano memiliki keunikan dan memiliki sisi keindahan tersendiri. Untuk itu, akan banyak sekali kegiatan yang bisa dilakukan yang tentunya akan memenuhi memory keindahan yang ada di benak orang-orang yang mencintai dunia petualangan.

Ada beberapa potensi di Pulau Enggano yang selama ini sebagiannya belum tereksplorasi dengan baik.

Crocodile Watching
Tidak susah untuk mencari lokasi buaya di Pulau Enggano. Hampir di setiap muara kuala/sungai di didiami oleh buaya. Ukurannya bervariasi, mulai dari anakan sampai dengan berukuran raksasa. Menurut pengakuan nelayan setempat yang pernah menjumpai di sekitar Muara Berhau, panjangnya melebihi sampan yang bermuatan 1.5 Ton (panjang kira-kira 7-8 m), jadi bisa dibayangkan ukuran buaya yang dideskripsikan. 

Gambar. Burung Kehicap Ranting
Bird Watching
Ada banyak burung liar di Enggano yang bisa di temui baik yang Endemik maupun yang bukan. Dua spesies Endemik yang telah terditeksi di Kepulauan Enggano yakni Celepuk Enggano  (Otus enganensis), dengan Status Konservasi Hampir terancam, dan Burung Kacamata  (Zosterops salvadorii) dengan Status Konservasi Rentan. Jenis burung lain yang bisa dijumpai diantaranya adalah Burung Betet Ekor Panjang, Tiung/Beo Enggano,  Pergam, Kehicap Ranting, Bangau, dan banyak jenis burung lainnya yang dapat dijumpai dengan mudahnya di sepanjang jalan poros Enggano yang terbentang dari Desa Kahyapu bagian selatan sampai Desa Banjar Sari di  Bagian Utara. 

Camping Area, Tracking and Rock Climbing
Gambar. Tebing Pakiu - Koomang
Di sepanjang pesisir pantai Pulau Sebalik (sebutan untuk bibir pantai bagian barat daya Pulau Enggano) terdapat pondok nelayan yang bisa disinggahi dan cocok dijadikan sebagai areal perkemahan. Biasanya di setiap camp nelayan tersebut terdapat air tawar yang biasa dikonsumsi para nelayan. Selain itu ada beberapa tempat yang sangat baik untuk memancing dan mencari udang dan kepiting disekitar lokasi perkemahan.

Menelusuri hutan belantara Pulau Enggano mempunyai daya tarik tersendiri. Jalan sisa penjajahan bangsa Jepang merupakan track yang memiliki nilai history sembari menikmati alam terbuka dengan hutan lebat dan menikmati buah-buahan yang tumbuh liar. Menyelusuri pantai dapat dilakukan dengan berjalan kaki maupun dengan bersampan. Mengunjungi tempat-tempat bersejarah, seperti kuburan kuno, perkampungan lama yang telah ditinggalkan penduduknya semenjak akhir abad ke-18. Bungker dan benteng sisa penjajahan Jepang dapat pula dijumpai di beberapa titik pulau.

Di ujung selatan dan utara pulau merupakan tempat yang menantang bagi para pecinta panjat tebing. Terdapat  tebing dengan gua-gua menantang di sekitar Koomang dan Batu layar. Tebing-tebing terjal di hadang oleh indahnya gelombang samudera hindia yang ganas.

Gambar. Babi Hutan
Hunting
Babi hutan salah satu satwa buruan yang potensial untuk diburu di Pulau Enggano. Selain menyalurkan hobi berburu, dapat pula membantu para petani dalam menanggulangi hama pertanian yang menjadi salah satu hama terbesar saat ini. Di setiap desa terdapat kelompok berburu yang bisa diikuti setiap minggu nya. Kelompok berburu tradisional tersebut tentu mempunyai daya tarik tersendiri, dengan alat yang masih tradisional dan dengan anjing buruan lokal. 

Wild Buffalo
Kerbau liar telah lama menjadi cerita menarik di Pulau Enggano. Namun tidak ada data yang pasti mengenai lokasi sentra hewan eksotik tersebut maupun jumlah populasinya. Namun sesekali terdengar cerita dari masyarakat yang mendengar dan melihat langsung jejak dan wujud kerbau liar tersebut.

Gambar. Hasil Tangkapan
Fishing
Bagi yang hobi memancing Pulau Enggano memang tempatnya.  Dapat dilakukan disekitar Sawang (Mulut sungai disekitar Tubir/Terumbu) dengan menggunakan sampan nelayan maupun disekitar muara Sungai. Untuk kegiatan memancing sangat berpengaruh dengan kondisi pasang surut air laut untuk itu kondisi alam sangat menentukan. Sawang yang menjadi favorit tempat memancing adalah disekitar Sawang Bugis didaerah barat daya pulau Enggano.
Menangkap udang lobster dan kepiting laut dapat dilakukan disekitar mulut tubir. Tentunya harus dengan menggunakan alat khusus. Kegiatan ini dapat dilakukan pada malam hari.

Gambar. Bangkai Penyu yang telah dimangsa
Sea Turlte
Untuk menjumpai penyu di perairan bisa dilihat di tepi tubir yang terdapat di pesisir pantai Pulau Enggano. Namun ada beberapa lokasi yang biasa dijumpai  akitifitas bertelurnya penyu; yakni disekitar Teluk Labuho (Teluk Kopi) Teluk Abeha, Teluk Kioyo, Teluk Ahai dan dua lokasi di teluk Malakoni. Namun sangat disayangkan hingga saat ini Perburuan Penyu Pulau Enggano masih sangat tinggi baik digunakan untuk upacara adat pesta pernikan maupun di konsumsi secara umum.
Gambar. Pakiu - Koomang


Surfing and Snorkling.
Wisata Air di Pulau Enggano selama ini boleh dikatakan belum ter eksplorasi dengan baik. Namun dibeberapa tempat pernah dikunjungi oleh turis asing dengan menggunakan kapal pribadi/sewaan. Tempat-tempat itu umumnya berada di sekitar Pulau Sebalik yang tidak didiami penduduk. Ditempat ini memiliki ombak yang baik bagi para pecinta olahraga surfing baik bagi pemula maupun profesional. 
Dengan kondisi tumpukan karang yang relatif dangkal, membuat Kepulauan Enggano menjadi lokasi snorkling yang potensial. Namun sangat disayangkan ada beberapa tempat dimana terumbu karangnya rusak yang diakibatkan oleh meningginya permukaan laut yang diakibatkan gempa bumi. 



Selasa, Maret 8

Lokasi Peluncuran Satelit Lapan Dalam Hutan Konservasi

Peta. Lokasi Rencana Bandara Antariksa
Enggano (ANTARA News) - Rencana lokasi peluncuran satelit milik Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) di Pulau Enggano Kecamatan Enggano Kabupaten Bengkulu Utara berada dalam kawasan konservasi Taman Buru Gunung Nanua sehingga dikhawatirkan mengganggu ekosistim kawasan itu.

"Lokasi peluncuran satelit yang dinilai paling strategis dan diperkirakan bisa meluncurkan langsung ke orbit, berada dalam kawasan konservasi Taman Buru Gunung Nanua," kata Ketua Tim Patroli Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu Resor Enggano Rendra Regen Rais di Enggano, Sabtu.

Ia mengatakan, selain di dalam Taman Buru Gunung Nanua yang berjarak 14 kilometer dari Desa Malakoni, Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Provinsi Bengkulu juga merencanakan dua lokasi lainnya yang berada di sekitar Cagar Alam Kioyo II.
Gambar. Aktifitas nelayan disekitar 

Hasil penelusuran BKSDA bersama sejumlah wartawan elektronik diketahui bahwa sekitar kawasan Taman Buru Gunung Nanua dan CA Kioyo yang memanjang hingga ke pesisir pantai sering ditemui nelayan yang mencari ikan dengan mendirikan pondok.

"Selain gangguan terhadap ekosistem kawasan, pasti akses nelayan terhadap kawasan pantai akan hilang karena lokasi itu akan bersih atau steril dari masyarakat," tambahnya.
(*)